MATABLITAR.COM – Selama Juli hingga Agustus, mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-PM) menggelar program bertajuk “Social Room” di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Blitar.
Program ini menjadi wadah bagi anak binaan untuk belajar berempati, bekerja sama, dan menumbuhkan kepedulian sosial melalui pendekatan yang menyenangkan dan edukatif.
Kepala LPKA Kelas I Blitar, Sugeng, menyambut baik kegiatan ini.
“Program Social Room diharapkan dapat membantu anak-anak asuh mengembangkan empati, kerja sama tim, dan kepedulian terhadap sesama. Mereka membutuhkan ruang positif untuk mengekspresikan diri dan membangun keterampilan sosial yang berguna di masa depan,” ujarnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur, angka kejahatan di Kota Blitar melonjak tajam pada tahun 2022, mencapai 2.238 kasus, naik drastis dibandingkan dengan ratusan kasus pada tahun-tahun sebelumnya.
Sebagian di antaranya melibatkan anak di bawah umur yang kemudian menjalani masa rehabilitasi di LPKA Kelas I Blitar, satu-satunya lembaga pemasyarakatan anak di Jawa Timur.
Di balik tembok pembinaan, kehidupan anak-anak ini tidak mudah. Tekanan selama masa rehabilitasi seringkali memicu stres dan rasa takut, terutama bagi mereka yang baru pertama kali masuk lembaga tersebut.
Minimnya dukungan psikologis dan keterbatasan fasilitas membuat proses adaptasi berjalan lambat, bahkan berpotensi menurunkan kepercayaan diri dan kesadaran sosial anak-anak binaan.
Anak-anak di LPKA Blitar berusia antara 12 hingga 18 tahun, masa remaja yang rentan terhadap krisis identitas, kecemasan, dan kesepian. Tanpa pendampingan yang tepat, mereka berisiko kehilangan kemampuan bersosialisasi secara sehat.
Melihat kondisi itu, tim PKM-PM UM menghadirkan program “Social Room” sebagai ruang sosial pembelajaran.
Melalui permainan interaktif, simulasi, dan kegiatan kelompok yang edukatif, anak-anak dilatih untuk berempati, berkomunikasi, serta bekerja sama tanpa merasa tertekan.
Setiap aktivitas dalam program ini dirancang berdasarkan Teori Ekologi Bronfenbrenner, yang menekankan pentingnya lingkungan sosial dalam membentuk perilaku dan karakter seseorang.
Pendekatan ini membantu anak binaan membangun kembali rasa percaya diri, mengurangi perilaku tertutup, dan mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat.
Evaluasi selama tiga siklus kegiatan menunjukkan hasil yang menggembirakan. Di Ruang Misi 1, anak-anak mulai berani mengekspresikan diri dan menunjukkan empati sederhana, seperti menanyakan kabar teman atau memberi dukungan emosional.
Pada siklus kedua, fokus beralih pada interaksi kelompok. Anak-anak menjadi lebih disiplin, memahami struktur kelompok, dan menjunjung sportivitas dalam permainan.
Di siklus ketiga, lebih dari 80 persen peserta mampu bekerja sama secara efektif, menghargai perbedaan, dan menjaga suasana kompetisi tetap sehat.
Program mencapai puncaknya di Ruang Misi 3, di mana kegiatan seperti berburu angka, Prajurit Kardus, dan aksi lompat mendorong anak-anak untuk berkoordinasi, mengambil keputusan bersama, dan bertanggung jawab terhadap timnya. Lebih dari 70 persen peserta menunjukkan peningkatan signifikan dalam empati dan rasa tanggung jawab.
Data kuantitatif juga memperkuat hasil tersebut: nilai rata-rata empati, kesadaran berorganisasi, dan kerja sama tim meningkat tajam, dari 65 pada pretest menjadi 91 pada posttest di akhir program.
Kepala LPKA Blitar menilai Social Room sebagai terobosan penting dalam memperkuat pembinaan sosial bagi anak-anak binaan.
“Kami ingin mereka tidak hanya menyelesaikan masa rehabilitasi, tetapi juga pulang dengan kemampuan berempati, peduli, dan bekerja sama dalam kehidupan sehari-hari,” tegasnya.
Program ini selaras dengan tema ke-6 Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), yaitu penguatan pendidikan, sains, dan teknologi.
Pelaksanaan program ini juga mendukung kebijakan pemerintah melalui penerapan Profil Lulusan yang mencakup delapan dimensi utama, dengan penekanan khusus pada dimensi kolaborasi dan komunikasi.
Lebih lanjut, program ini turut berkontribusi dalam mewujudkan visi besar Indonesia Emas melalui Asta Cita, khususnya pada poin keempat yang berfokus pada penguatan pembangunan sumber daya manusia, peningkatan kualitas pendidikan, serta pemberdayaan peran generasi muda.
Dengan pendekatan edukatif dan kolaboratif, program Social Room tidak hanya menjadi ruang bermain dan belajar, tetapi juga model pembinaan sosial yang layak direplikasi di berbagai LPKA di Indonesia. (*)