Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Masih tentang Riset “Janda Malaysia dan Janda Musiman Jadi Temuan”

Refki Rusyadi (Dosen Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah (UIN SATU) Tulungagung, dan Wakil Ketua PC IKA PMII Blitar Raya Periode 2022 – 2027)

DISCLAIMER

Masih tentang riset, minimnya ketersediaan lapangan kerja memaksa sebagian warga Tulungagung melakukan migrasi ke negara tetangga atas nama perbaikan ekonomi. fenomena kali ini terjadi di Tulungagung, kabupaten yang terletak percis di sebelah barat Blitar ini memiliki andil besar bagi devisa negara.

Essai kali ini juga sama dengan essai sebelumnya, berangkat dari kerja riset yang saya narasikan proses dan hasilnya. Entah kenapa, menulis essai dengan latarbelakang riset lebih membuat saya percaya diri ketimbang sebelumnya.

Essai tanpa data semacam menawarkan asumsi dan gagasan saja. Belum diuji, belum terukur karna tidak ada nilai validasinya. Meski kita tahu, temuan dari penelitian pun bisa gugur dan runtuh jika telah menemukan anomalinya dikemudian hari. Apalagi sekedar tawaran ide dan asumsi belaka

LATAR BELAKANG

Motif ekonomi menjadi salah satu alasannya. Meski memiliki manfaat yang besar bagi perekonomian di Indonesia, Namun seberapa besar dampak yang diberikan para PMI asal Tulungagung ini perlu kajian yang lebih, mengingat fakta dilapangan menunjukkan adanya dampak lain yang diakibatkan dari para keluarga PMI secara sosial-ekonomi.

Meningkatnya mobilitas sosial keluarga PMI juga mengakibatkan tingginya angka perceraian keluarga PMI. Berdasarkan kondisi tersebut maka penilitian ini akan mengkaji tentang dua masalah utama yaitu bagaimana Latar Belakang dan Kondisi Ekonomi PMI Tulungagung, bagaimana Mobilitas Sosial Warga Tulungagung ke luar negeri.

Untuk menjawab permasalahan tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan mix-approuch antara pendekatan fenomenologi, studi kasus dan pendekatan sosio-economics. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kondisi perekonomian di Tulungagung relatif baik jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan inflasinya.

Hal ini dapat terlihat dari angka pertumbuhan ekonomi yang relatif naik dan inflasi yang terkendali. Namun adanya ketidakseimbangan antara pencari kerja dan lapangan pekerjaan yang tersedia sesuai dengan pendidikan dan skill yang dimiliki serta gaji yang diinginkan di Tulungagung menjadikan sebagian masyarakat memilih menjadi PMI. Rupanya fenomena tadi menghasilkan temuan baru soal deharmonisasi keluarga.

Hasil dari penelitian ini memunculkan satu novelty yang disebut dengan Omission Migran Culture yang maksudnya adalah adanya budaya pembiaran atau adanya pemakluman terkait tindakan baik yang secara negatif (adanya pergeseran nilai) dan positif sebagai bentuk toleransi dari profesi mereka sebagai PMI.

PROSES RISET dan METODOLOGI

Peneliti tertarik pada Kabupaten Tulungagung, dikarenakan peneliti mengetahui perkembangan jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) Tulungagung mengalami peningkatan yang signifikan berdasarkan observasi awal peniliti di lapangan.

Derasnya arus lonjakan keberangkatan PMI dari tahun ke tahun dapat dibuktikan dengan catatan resmi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tulungagung.

Catatan yang dimaksud memperlihatkan data bahwa pada tahun 2018 terdapat 4047 orang PMI yang berangkat ke luar negeri, kemudian mengalami peningkatan pada tahun-tahun berikutnya. Berikut peneliti tampilkan tabel grafik PMI Kabupaten Tulungagung

Melihat grafik di atas, tentu kita akan segera mengetahui bahwa data jumlah keberangkatan PMI asal Tulungagung terus naik dari tahun ke tahun. Keadaan semacam ini menjadikan Kabupaten Tulungagung salah satu Kabupaten pengirim Pekerja Migran ke Luar Negeri tertinggi ke-9 di Indonesia dan tertinggi ke-4 di Jawa Timur, dengan jumlah rata-rata enam ribu orang berangkat ke Luar Negeri setiap tahunnya.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif atau yang sering disebut dengan Qualitative Descriptive (QD). Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan mix-approuch. Pendekatan tersebut merupakan kombinasi dua pendekatan untuk memudahkan menganalisis masalah dengan tinjauan mendapatkan informasi dan novelty dari berbagai sudut pandang yang relevan.

Pendekatan yang digunakan sebagai pisau analisis dalam riset ini menggunakan tiga pendekatan yaitu pertama pendekatan fenomenologi, pendekatan studi kasus dan pendekatan sosio-economics. Pendekatan fenomenologi digunakan untuk menganalisis fenomena tentang PMI di beberapa desa di Tulungagung yang menjadi kantong PMI.

HASIL dan TEMUAN

Motif menjadi PMI Setiap tahunnya dari tahun 2015 – 2020, pertambahan PMI baik yang bekerja di ranah formal maupun informal tidak kurang dari 3000 PMI. Bahkan pada tahun 2019 pertambahan PMI menembus angka 4.081 orang.

Jumlah tersebut terbagi dalam dua jenis pekerjaan yang dilakukan yakni formal (bekerja di ranah formal) dan pekerja informal (bekerja di ranah informal). Formal berarti pekerja migran yang bekerja di sektor-sektor formal seperti di perkantoran, buruh pabrik dan sebagainya.

Sedangkan pekerja Informal yakni PMI yang memiliki pekerjaan di sektor rumah tangga seperti Pembantu Rumah Tangga (PRT), babysiter, tukang kebun, sopir pribadi dan sebagainya. Terlebih lagi bahwa PMI Tulungagung banyak yang bekerja di sektor informal daripada sektor formal yang notabennya memiliki penghasilan yang jauh lebih tinggi.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, dan faktor yang paling menonjol yakni tentang tingkat pendidikan dari para calon PMI. Jika melihat data tingkat pendidikan para PMI sebagian besar hanya memiliki tingkat pendidikan SMP dan didominasi jenis kelamin perempuan. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi pekerjaan yang akan di dapatkan saat berada di negara tujuan.

Teori dari Everett S Lee memberikan penegasan bahwa ada irisan faktor pada gambar dan tabel yang sebelumnya sudah dipaparkan. Hal ini menandakan bahwa jumlah keberangkatan PMI dan Penempatannya akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan warga Tulungagung, hal ini harus menjadi atensi mengingat data yang dipaparkan adalah warga Tulungagung yang masuk kategori pendidikan dasar dan menengah sehingga masih perlu adanya pelatihan dan pendampingan selama mereka menjadi PMI di Luar Negeri.

Himpitan ekonomi seringkali menjadi alasan terbesar masyarakat Tulungagung sehingga memilih untuk menjadi pekerja migran di luar negeri. Namun banyaknya PMI asal Tulungagung yang sukses di luar negeri membuat profesi menjadi PMI sangat menarik untuk dimasuki.

Selain itu banyaknya PMI asal Tulungagung yang sukses di perantauan membuat profesi menjadi PMI sangat menarik untuk dimasuki. Bahkan saat ini sudah menjadi salah satu pilihan pekerjaan yang prosentasenya lebih tinggi dibanding keinginan bekerja di dalam negeri, dengan berbagai alasan termasuk alasan yang dikatakan oleh Everett S. Lee dan juga Douglas S. Massey. Mindset semacam ini lantas menjadi pendorong paling besar tingginya angka PMI di Tulungagung.

Sumber: BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) 2019

Tabel diatas menunjukkan gaji PMI dari bebagai negara tujuan migrasi. Dan jika kita bandingkan dengan UMK Tulungagung memiliki selisih yang sangat jauh. Di tahun 2018-2019 UMK Tulungagung sebesar Rp. 1.671.035-, (2018) dan di tahun 2019 sebesar 1.805.219-,. Padahal di Tulungagung tidak semua jenis pekerjaan memiliki standar gaji UMK. Seperti pekerja-pekerja yang berada di sektor informal, gaji yang mereka terima jauh dari besaran UMK.

Kita akan mengambil contoh pekerjaan informal menjadi asisten rumah tangga/PRT di negara tujuan Singapura dan Indonesia termasuk Tulungagung di tahun 2019 dengan jumlah jam kerja selama 12 jam.

Di Indonesa menjadi asisten rumah tangga/PRT dengan gaji kisaran Rp.700.000 – Rp.1.500.000. Sedangkan di Singapura menurut catatam BP2MI gaji sebagai asisten rumah tangga/PRT berkisar di angka SGD 550 atau Rp5,812,032.

Selisih gaji ini yang kemudian membuat masyarakat Indonesia terutama di Tulungagung tertarik untuk keluar negeri. Terlebih mereka yang memiliki pendidikan rendah dan terjebak himpitan ekonomi.

Berikut ini adalah data tentang informasi yang menunjukkan kantong-kantong PMI di Tulungagung di tahun 2019:

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa Kecamatan Rejotangan menjadi kantong PMI terbesar di Tulungagung, dengan persebaran PMI di 16 Desa. Selanjutnya di susul dengan kecamatan Kalidawir berjumlah 12 Desa dan Ngunut sebesar 11 Desa.

Dari data di atas, peneliti mendatangi Kepala Desa Sumberagung Kecamatan Rejotangan, yang mana Desa tersebut menjadi kantong PMI terbesar di Kecamatan Rejotangan. Desa Sumberagung merupakan kantong PMI sejak tahun 1980-an.

HARMONITAS SOSIAL

Dampak sosial yang paling kentara yakni tentang tingginya angka perceraian di Tulungagung. Dari banyaknya kasus perceraian tersebut, disebut-sebut kasus peceraian pasangan PMI menjadi kasus yang mendominasi ¹. Adapun dampak sosial lain di antaranya pernikahan dini (by inciden) dan kenakalan remaja anak-anak PMI, serta budaya hedonis dalam keluarga PMI.

Berbagai dampak sosial di atas, tentu saja bukan tanpa sebab. Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, hal ini disebabkan oleh adanya perubahan struktur ekonomi yang membawa dampak pada sistem keluarga secara keseluruhan.

Mengapa demikian? Karena pada umumnya Pekerja Migran Indonesia atau PMI berasal dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi yang minim/kurang mampu dan dari daerah yang mempunyai sumber daya alam yang rendah dengan daya serap tenaga kerja yang rendah pula. Karena tuntutan ekonomi, mereka (baik dengan kesadaran sendiri maupun karena keterpaksaan) memilih menjadi Pekerja Migran Indonesia.

Mereka menjadi alat produksi keluarga dengan mengirimkan gaji mereka kepada keluarga yang tinggal di kampung halaman. Dalam hal ini ketika perempuan yang menjadi PMI maka yang terjadi yakni pertukaran peran, di mana istri menjadi pencari nafkah.

Dari pertukaran peran antara suami dan istri dapat menimbulkan beberapa kemungkinan sebagaimana dikemukakan oleh Zastrow diantaranya yakni: pengangguran bagi pencari nafkah utama (suami), keambrukan keluarga, beberapa fungsi keluarga tidak bisa berjalan sehingga ketahanan keluarga melemah, suami atau istri ditinggalkan, suami atau istri menjadi single parent, perlakuan kasar terhadap istri/suami dan juga terjadi perceraian.

Berkaca pada data lapangan, berbagai kemungkinan yang dipaparkan Zastrow sebagian besar ditemukan oleh peneliti. Hal ini dipaparkan juga dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Amarul Ilham Rizky yang membahas tentang naiknya angka perceraian sejak tahun 2017.

Terhitung pada tahun 2017 angka perceraian yang ada di Kabupaten Tulungagung sebanyak 2.910 kasus, tahun 2018 sebanyak 2.999 kasus dan jumlah ini naik lagi pada tahun 2019 yakni tercatat hingga 3.037 kasus. Dan menariknya perceraian yang ada di Kabupaten Tulungagung hampir 70 persenya didominasi oleh model cerai gugat, sedangkan sisanya sebanyak kurang lebih 30 persen cerai talak. Sedangkan kasus perceraian ini menurut Amarul dari fakta-fakta perceraian kebanyakan berasal dari keluarga PMI.²

Fakta dilapangan, pekerja migran asal Tulungagung secara tidak langsung memberikan pengaruh terjadinya perubahan perilaku masyarakat desa asal. Seperti tumbuhnya wirausaha yang digagas oleh para pelaku migran dengan tabungan yang mereka sisipkan untuk modal usaha.

Hal ini menunjukkan tumbuhnya ekonomi mikro yang cukup berarti di daerah asal PMI terhadap perluasan ekonomi masyarakat. Indicator yang paling mudah untuk diketahui adalah megahnya bangunan rumah para pelaku migran di daerah. Meskipun rumah tersebut hanya dihuni oleh anak dan jompo / orang tua pelaku migran yang terpaksa mendiami rumah tersebut untuk mengambil peran asuh.

Disrupsi yang terjadi pada temuan lapangan adalah, fenomena PMI mempertegas budaya matriarki. kondisi dilapangan, kendali perempuan sebagai pencari nafkah mempertegas dominasi dalam rumah tangga. Beberapa keputusan penting sering diputuskan sepihak oleh pelaku PMI tadi baik suami maupun istri. Keharmonisan rumah tangga sering terancam oleh fakta ini.

Kondisi dilapangan seperti ini membalik keadaan yang lazim pada budaya patriarki yang dianut secara umum oleh masyarakat Tulungagung kepada budaya matriarki yang disebabkan oleh para PMI tadi. Demikian pula jika kita sandingkan dengan isu jender.

Istilah Janda Musiman (Jamus), Janda Malayasia (Jamal) lahir dari fenomena mobilitas sosial lewat praktek PMI. Para istri yang ditinggal oleh suami PMI tadi, menjalin hubungan asmara dengan pria lain. Hubungan itu bertahan selama pihak suami atau istri masih belum kembali ke daerah asal.

Fakta ini diterima secara lazim oleh masyarakat sekitar. Namun ketika suami dan istri kembali dari luar negeri, keadaan rumah tangga kembali seperti semula. Bagi peneliti, Fenomena ini merupakan pergeseran nilai dalam norma masyarakat. Perselingkuhan bagi keluarga PMI di pandang sebuah kelaziman.

SIMPULAN

Penelitian ini mengungkapkan potret fenomena keluarga migran yang ada di Tulungagung. disimpulkan bahwa Tulungagung menjadi Kabupaten penyumbang PMI terbesar keempat di Jawa Timur karena memang warganya sangat berminat menjadi pekerja migran diluar negeri.

Berdasarkan beberapa persoalan yang dibahas sebelumnya dapat disimpulan sebagai beirkut:

Kondisi perekonomian di Tulungagung relatif baik jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan inflasinya. Namun, kurangnya lapangan pekerjaan menjadikan sebagian warga Tulungagung memilih untuk menjadi PMI.

Tingginya minat masyarakat untuk menjadi PMI, Tulungagung diuntungkan dengan surplusnya dana remitansi yang masuk sehingga mendorong terjadinya sirkulasi ekonomi yang baik di Tulungagung. Hal ini dapat terlihat dari angka pertumbuhan ekonomi yang relatif naik dan inflasi yang terkendali. Sehingga jika didasarkan pada alasan ini, adanya PMI masih memberikan dampak baik kepada perekonomian di Tulungagung.

Disrupsi keluarga yang terjadi pada para pekerja migran Indonesia asal Tulungagung mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku. Dampak negatif lahir dari fenomena tersebut, seperti tingginya angka perceraian bagi keluarga PMI dikarenakan kurang bisa menjalin harmonisasi keluarga. Sehingga ditemukan beberapa keluarga yang harus pisah paska menjadi PMI di Luar negeri.

Temuan yang menjadi novelty pada riset ini adalah disrupsi keluarga. Novelty yang ditemukan dari riset ini disebut dengan ommission culture yang maksudnya adalah pembiaran atau adanya pemakluman terkait tindakan PMI baik secara negatif dan positif sebagai bentuk toleransi dari profesi mereka sebagai PMI.

28 Agustus 2024

Penulis : Refki Rusyadi (Dosen Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah (UIN SATU) Tulungagung, dan Wakil Ketua PC IKA PMII Blitar Raya Periode 2022 – 2027).

 

*Data riset ini pernah dipresentasikan di Disnakertrans Tulungagung tahun 2023

Referensi : 

¹Amarul Ilham Rizky, Motif Perceraian Keluarga TKI (Studi Pada Kasus Perceraian di Pengadilan Agama Tulungagaung, Jurnal Perspektif Vol 4 Desemeb 2020. Hal 108

²Muttaqin (2019) Perceraian di Tulungagung Meningkat, Setahun Ada 2.611 Janda Baru. Available at: https://news.detik.com (diakses pada: 1 February 2020).

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *