MATABLITAR.COM – Sutojayan – Pagi itu selepas shalat Subuh suasana terasa hening dan berubah menjadi penuh hikmah di Masjid Nahdlatul Ulama (NU) Sutojayan, Kabupaten Blitar, (11 /5).
Jamaah dari berbagai penjuru berkumpul mengikuti pengajian umum rutin yang digelar setiap hari Minggu Pon. Kali ini, pengajian menghadirkan sosok ulama kharismatik asal Kebonsari Garum, Dr. KH. Nuryadin, MA, Pengasuh Pondok Pesantren At-Taubah.
Acara yang dimulai pukul 05.30 WIB ini menjadi ruang spiritual yang mengisi relung hati para jamaah dengan siraman ilmu dan keimanan. Dalam ceramahnya, KH. Nuryadin membawakan tema yang mendalam tentang asal-usul penciptaan manusia dan pentingnya mensyukuri nikmat Allah SWT.
“Allah SWT menciptakan manusia dari ketiadaan, sebuah nikmat luar biasa yang disebut nikmatul ijaded. Kita dipilih menjadi makhluk paling mulia karena diberi akal dan hati,” tutur beliau dengan suara yang tenang namun penuh penekanan makna.
KH. Nuryadin menegaskan bahwa tidak ada ciptaan Allah yang semulia manusia, karena hanya manusialah yang diberi kemampuan untuk berpikir dan merasa. Bahkan seluruh makhluk dari jin, setan, hingga dunia dan akhirat diciptakan untuk mengiringi peran manusia sebagai aktor utama dalam panggung kehidupan.
Selain nikmat penciptaan, beliau juga menyinggung nikmatul indad, yakni nikmat kehidupan yang Allah berikan kepada manusia berupa kecukupan rezeki dan daya untuk berusaha.
“Setiap manusia diberi peran untuk mengabdi sesuai dengan apa yang dititipkan Allah. Yang diberi ilmu, mengabdi dengan ilmunya. Yang diberi dunia, mengabdi dengan hartanya. Semua berujung pada satu tujuan: kembali kepada Allah dalam keadaan suci,” jelasnya.
Pengajian ini semakin menarik ketika KH. Nuryadin mengangkat kisah klasik dari sejarah tasawuf, tentang wali Allah, Syeh Siri Sakti, murid dari Syeh Ma’ruf Al Karkhi, dan silsilah keilmuannya yang sampai kepada Syeh Abdul Qadir Jailani.
Dalam mimpi rohaninya, Syeh Siri Sakti menerima petunjuk dari Allah bahwa dari setiap 100 ribu manusia, hanya 10 yang lulus ujian dunia dan tetap istiqamah dalam pengabdian kepada Allah.
“Ujian terbesar manusia adalah dunia dan bala (cobaan). Dunia semakin indah, ujian hidup semakin berat. Tapi hanya yang menjaga kemurniannya sejak awal penciptaanlah yang akan selamat,” tutur beliau sambil mengajak para jamaah merenung.
Ceramah tersebut menjadi pengingat penting di era yang semakin materialistik dan penuh distraksi. KH. Nuryadin menutup pengajiannya dengan penekanan bahwa seorang Muslim harus terus menyiapkan diri untuk taat kepada Allah dan menjauhi larangan-Nya.
“Maka dari itu,” pungkas beliau, “yang harus kita siapkan bukan hanya ilmu atau amal, tapi kesiapan hati untuk tunduk dan kembali kepada Allah dalam kondisi suci.”
Pengajian Minggu Pon ini tidak hanya menjadi rutinitas, tetapi juga ruang penyucian jiwa yang relevan di tengah kesibukan dunia.
Dengan gaya tutur yang lembut namun kuat makna, KH. Nuryadin berhasil menggugah kesadaran spiritual para jamaah bahwa hidup ini bukan sekadar keberadaan, tapi pengabdian. (Binti/red)