MATABLITAR.COM – Belasan alat peraga kampanye (APK) milik pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Blitar, Rini Syarifah dan Abdul Ghoni, dirusak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Salah satu insiden terjadi di Desa Jambewangi, Kecamatan Selopuro, Kabupaten Blitar, pada Senin malam, 30 September 2024.
Peristiwa ini menjadi sorotan setelah sejumlah warga melaporkan kejadian tersebut kepada tim pasangan nomor urut 02 yang dikenal dengan jargon Rindu Berkelanjutan.
Ketua tim pemenangan Rini-Ghoni, M. Rifai, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima banyak laporan terkait perusakan APK di berbagai titik strategis.
“Kami menerima laporan bahwa APK pasangan kami dirusak di beberapa lokasi,” ujarnya. “Setelah kami cek, kerusakan pada APK pasangan RINDU cukup parah,” tambahnya.
Rifai sangat menyayangkan adanya tindakan perusakan yang mencoreng jalannya kampanye yang seharusnya berjalan dengan damai.
“Kampanye politik seharusnya dilakukan secara damai, tanpa tindakan provokasi seperti ini,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menyoroti bahwa tindakan merusak APK tidak hanya merugikan pihak yang berkampanye, tetapi juga menodai prinsip demokrasi yang menghargai perbedaan pendapat.
“Demokrasi yang sehat harus didasarkan pada penghormatan terhadap perbedaan pandangan politik. Tindakan perusakan seperti ini justru merusak esensi dari demokrasi itu sendiri,” lanjut Rifai.
Ia juga mengimbau seluruh masyarakat Kabupaten Blitar untuk menjaga suasana kondusif selama masa kampanye.
“Pilihan politik boleh berbeda, namun mari kita jaga persatuan dan kedamaian. Pilkada ini adalah kesempatan untuk melanjutkan program-program pembangunan demi masa depan Kabupaten Blitar yang lebih baik,” tutupnya.
Tindakan perusakan APK, selain merugikan pasangan calon terkait, juga berdampak buruk pada kualitas demokrasi yang sedang dijalankan. Setiap warga negara berhak untuk mengekspresikan dukungannya melalui kampanye yang jujur dan terbuka.
Merusak alat peraga kampanye merupakan bentuk pengingkaran terhadap semangat kebebasan berpolitik dan partisipasi aktif warga dalam menentukan arah pembangunan daerah.
Aksi tersebut, jika dibiarkan, tentunya dapat memicu ketegangan di tengah masyarakat dan mengganggu proses demokrasi yang adil dan transparan. (Nn/red)