MATABLITAR.COM – Dalam beberapa waktu terakhir, organisasi Nahdlatul Ulama (NU) dan afiliasinya mengalami berbagai dinamika yang mengundang perhatian banyak kalangan.
Berbagai isu yang menyangkut pemecatan pengurus, kontroversi internal, hingga ketegangan antar kelompok dalam tubuh NU menjadi sorotan.
Situasi ini memunculkan kekhawatiran akan adanya upaya sistematis dari pihak eksternal yang ingin mengganggu stabilitas organisasi keagamaan terbesar di Indonesia ini.
KH. Rochmat Khudlori, Sekretaris Idaroh Syu’biyah JATMAN Kabupaten Blitar, melalui akun Facebooknya pada Jum’at, (6/9) yang lalu mengungkapkan kekhawatirannya terhadap situasi yang terjadi.
Menurutnya, ada semacam “desain global” yang berupaya mengacak-acak NU dan afiliasinya dari dalam. “Akhir-akhir ini yang berbau NU sedang mengalami dinamika, kalau tidak mau dikatakan ujian,” tulisnya dalam unggahan tersebut.
Rochmat menyebutkan beberapa isu yang mencuat belakangan ini, termasuk pemecatan dan ‘kebirisasi’ sebagian pengurus Wilayah NU (PWNU) dan Cabang NU (PCNU), serta kontroversi kasus Ba’alawiy yang menimbulkan polemik di kalangan masyarakat.
Selain itu, perseteruan antara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB) juga ikut memperkeruh suasana, bahkan mengakibatkan Banser dan Garda Bangsa, dua organisasi sayap NU dan PKB, saling bersitegang.
Namun, hal yang paling mengejutkan Rochmat adalah gejolak yang terjadi di dalam tubuh JATMAN (Jam’iyyah Ahli Thoriqoh Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyah), sebuah organisasi yang dikenal tenang dan menjunjung tinggi sikap husnudzon serta ta’dzim dalam berorganisasi.
“Sepengetahuan saya selama ini, JATMAN relatif adem, penuh khusnudzon, dan mengedepankan ta’dziman dalam berorganisasi. Tidak ada ambisi dan perebutan kepemimpinan di sana,” ungkap Rochmat.
Ia menjelaskan bahwa penentuan pimpinan di semua jenjang JATMAN, mulai dari Idaroh ‘Aliyah, Wustho, Syu’biyah hingga Ghusniyah, selalu dilakukan secara aklamasi melalui formatur atau semacam Ahlul Halli wal ‘Aqdi (AHWA).
Organisasi ini, lanjutnya, mayoritas diisi oleh para anggota yang sudah berusia lanjut dan fokus pada tazkiyatun nafs (pembersihan hati).
Namun, kondisi yang berbeda kali ini menimbulkan pertanyaan besar bagi Rochmat. “Sampai saya menulis ini, belum ketemu nalar saya mengapa semua itu terjadi,” katanya.
Ia merasa bahwa ada faktor eksternal yang berusaha menghancurkan NU atau mungkin ini adalah ujian dari Allah untuk menguji kesetiaan para pemimpin dan pengurus terhadap niat awal para pendiri, khususnya Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari.
Dalam situasi yang penuh dengan ketidakpastian ini, Rochmat berharap agar para pengurus dan warga NU tetap menjaga kesatuan dan tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang ingin memecah belah organisasi.
Baginya, apa yang terjadi saat ini adalah momentum untuk merefleksikan kembali nilai-nilai yang dipegang teguh oleh pendiri NU dan mempertahankan marwah organisasi agar tetap sesuai dengan cita-cita awal. (Sw/red)