MATABLITAR.COM – Polemik di tubuh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Blitar kian memanas, terutama setelah keluarnya Surat Keputusan PBNU yang membatalkan hasil pemilihan Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Blitar pada Konferensi Cabang (Konfercab) Februari 2023 lalu.
Situasi ini menyulut berbagai tanggapan, salah satunya dari Bahrul Ulum, mantan aktivis LakpesdamNU Blitar dan kaum muda Nahdliyin Kabupaten Blitar, yang mengungkapkan keprihatinannya atas perkembangan internal NU yang dinilai semakin tidak sehat.
Tanggapan tersebut disampaikannya setelah santer pemberitaan adanya ratusan warga Nahdliyin Kabupaten Blitar yang hari ini, (19/9) di Pengadilan Negeri Blitar menyampaikan surat gugatan kepada PBNU terkait SK Pengesahan PCNU Kab. Blitar periode 2024-2029.
Dalam wawancara dengan media, Bahrul Ulum mengungkapkan bahwa tindakan PBNU yang membatalkan hasil Konfercab PCNU Blitar bukan hanya mengecewakan warga NU Kabupaten Blitar, tetapi juga memunculkan pertanyaan besar tentang arah kepemimpinan PBNU saat ini.
“Sudah sewajarnya jika warga NU Blitar bereaksi dengan gugatan untuk memperjuangkan keadilan. Saya juga merasa arogansi PBNU akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. PBNU, yang seharusnya menjadi teladan bagi umat, kini sering kali justru membuat blunder,” ujar Ulum.
Dia menegaskan, sejak Konfercab XVIII PCNU Kabupaten Blitar pada Februari 2023, Kiai Arif Fuadi telah terpilih secara sah sebagai Ketua Tanfidziyah. Namun, meski telah lewat satu tahun, SK pengesahan dari PBNU tidak kunjung keluar.
Sebaliknya, pada Maret 2024, PBNU justru mengeluarkan surat yang membatalkan hasil pemilihan tersebut dan memerintahkan dilakukan pemilihan ulang. Akibatnya, Kiai Muqorrobin terpilih sebagai Ketua PCNU untuk periode 2024-2029.
“Ini yang membuat warga Nahdliyin merasa dipermainkan. Terlalu banyak intervensi yang tidak sesuai dengan etika berorganisasi yang selama ini dipegang oleh NU,” lanjut Ulum.
PBNU Dinilai Semakin Otoriter
Menurut Ulum, langkah PBNU tersebut tidak hanya terjadi di Blitar. Ia mengamati bahwa fenomena serupa terjadi di beberapa cabang dan wilayah NU lainnya.
“Kalau saya melihat PBNU hari ini sedang tidak baik-baik saja. Banyak PCNU dan PWNU di daerah lain yang mengalami masalah serupa. Jika ada pengurus atau ketua terpilih yang tidak sejalan dengan harapan PBNU, terutama dengan Gus Yahya atau Gus Ipul, maka mereka akan mencari-cari alasan untuk tidak mengeluarkan SK atau bahkan memberhentikan pengurus. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah NU,” katanya.
Ia juga menyayangkan bahwa PBNU, yang seharusnya menjadi panutan, kini mulai bertindak seperti partai politik yang menggunakan tangan besi dalam mengatur organisasi.
“Kalau ini partai, mungkin masih bisa diterima. Tapi ini ormas (organisasi masyarakat), loh! Tidak pernah sebelumnya NU dikelola dengan cara seperti ini,” tegas Ulum dengan nada prihatin.
Ulum mengungkapkan bahwa dampak dari kebijakan PBNU ini bukan hanya pada PCNU Blitar, tetapi juga hingga ke struktur MWC NU dan ranting di tingkat desa.
Ia menyebut banyak kader NU di Blitar yang bingung dan bertanya-tanya mengenai legitimasi pemilihan ulang ini.
“Malah, menurut beberapa sumber, ada beberapa pengurus MWC NU di Kabupaten Blitar yang di non aktifkan karena menolak pemilihan ulang. Kok pendekatannya gunting menggunting, kan aneh,” ungkapnya.
“Ini tanda-tanda bahwa ada masalah serius dalam internal NU,” lanjutnya.
Tidak hanya soal pemilihan ulang ketua tanfidziyah PCNU, Ulum juga menyinggung bagaimana proses penyusunan pengurus PCNU Kabupaten Blitar hasil pemilihan ulang begitu sarat dengan konflik kepentingan pribadi.
“Kasak-kusuk dalam penyusunan pengurus dan lembaga ini sangat kentara. Semua seperti berdasarkan like and dislike. Bukan lagi melihat siapa yang layak mengemban amanah di posisi tertentu, tetapi siapa yang dekat dengan kepentingan tertentu,” katanya.
Mengajak Warga NU Tetap Waras
Sebagai warga dan kader NU yang memiliki kewajiban menjaga Ahlussunnah wal Jama’ah an-Nahdliyah, Ulum mengajak seluruh warga NU Blitar khususnya, untuk tetap tenang dan mengambil hikmah dari situasi ini.
“Saya mengajak warga NU untuk belajar dari era ini. Tidak semua yang kita terima harus dimakan mentah-mentah. Sami’na wa atho’na boleh, silakan. Tapi jangan lupa, kita harus tetap berpikir rasional dan menggunakan akal sehat,” ucapnya menutup wawancara.
Bahrul Ulum menekankan pentingnya menganalisa setiap keputusan yang diambil oleh para pemimpin NU, baik di tingkat pusat maupun daerah, agar warga NU tetap waras dan tidak terjebak dalam dinamika politik internal yang merugikan.
“Kita ambil yang baik-baik saja, yang buruk jangan diikuti. Inilah tantangan bagi warga Nahdliyin saat ini, untuk tetap berpegang pada nilai-nilai yang diwariskan oleh para pendiri NU.” pungkasnya. (Sw/red)