MATABLITAR.COM – Sanankulon – Harapan besar disematkan oleh Pengurus Anak Cabang (PAC) IKA PMII Sanankulon kepada kaderisasi IPNU dan IPPNU.
Mereka meyakini bahwa kaderisasi yang baik di tingkat pelajar merupakan investasi jangka panjang bagi masa depan NU di Sanankulon.
Tanpa proses kaderisasi yang berkelanjutan, organisasi ini akan kehilangan generasi penerus yang mampu menjaga tradisi dan nilai-nilai ke-Aswajaan.
Wildy Sulton, Ketua PAC IKA PMII Sanankulon, menegaskan bahwa IPNU-IPPNU bukan sekadar organisasi pelajar biasa.
Lebih dari itu, organisasi ini adalah wadah pembentukan karakter bagi generasi muda NU sebelum mereka melangkah ke jenjang yang lebih tinggi.
“Kami melihat kaderisasi IPNU-IPPNU sebagai tahap awal yang sangat menentukan. Dari sinilah militansi terhadap NU mulai terbentuk,” tuturnya saat menyampaikan sambutan pra FGD Kaderisasi NU Sanankulon. Sabtu, (8/3).
“Jika mereka mendapatkan pemahaman yang kuat sejak dini, maka ketika melanjutkan ke jenjang mahasiswa atau dunia profesional, mereka tetap membawa nilai-nilai NU dalam kehidupan mereka,” imbuh Wildy yang juga sebagai ketua Lakpesdam MWC NU Sanankulon.

Sebagai alumni IPNU dan PMII, Wildy merasakan sendiri dampak kaderisasi yang dijalani. Ia membandingkan bagaimana kaderisasi yang baik bisa menjadi benteng keimanan, sementara mereka yang tidak mendapatkan pembinaan sejak dini lebih rentan terpengaruh ideologi yang bertentangan dengan NU.
“Saya beruntung pernah aktif di IPNU sebelum masuk PMII. Tapi saya juga melihat ada family saya yang tidak pernah mengenal IPNU-IPPNU. Saat kuliah, ia masuk organisasi lain yang berbeda ideologi, dan ketika pulang ke rumah, sudah berubah total, bahkan dari cara berpakaian,” tuturnya dengan nada prihatin.
Dukungan PAC IKA PMII Sanankulon terhadap kaderisasi IPNU-IPPNU di kecamatan Sanankulon tidak hanya sebatas pernyataan. Mereka berkomitmen untuk mengawal dan mendampingi proses kaderisasi di Sanankulon dengan berbagai langkah strategis.
Hal senada disampaikan Putut Daerobi, saat penyampaikan pengantar FGD. Pihaknya menegaskan bahwa dalam sebuah organisasi, kaderisasi ibaratnya adalah jantung organisasi yang menentukan hidup dan matinya organisasi.
“Tanpa kaderisasi yang baik, sebuah organisasi tak ubahnya perkumpulan belaka yang bisa bubar kapan saja,” ujarnya.
Ia menyoroti bahwa usia pelajar adalah masa yang paling rentan terhadap berbagai pengaruh. “Di usia ini, seseorang mudah terpapar ideologi yang berbeda. Jika tidak dibekali pemahaman Aswaja An-Nahdliyah yang kuat, maka mereka bisa terseret ke arus pemikiran yang jauh dari tradisi NU,” tambahnya.
Tantangan kaderisasi pelajar hari ini semakin berat dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi. “Perubahan pola pikir generasi Z, derasnya arus media sosial, serta globalisasi nilai menjadi tantangan yang tidak bisa dianggap remeh,” jelas Putut.
Oleh karena itu, FGD ini diharapkan bisa menjadi pijakan awal untuk merumuskan sistem kaderisasi yang lebih adaptif dan relevan dengan zaman. (Bin/red)